Pray and Act for Indonesia Regularly!!
BENCANA yang melanda Indonesia bertubi-tubi layaknya peringatan akan lingkungan yang semakin tidak sehat karena manusia sendiri yang tidak dapat merawatnya. Di banyak stasiun televisi lagu berjudul “Berita kepada Kawan” karya Ebiet G Ade menjadi laris diputar. “Mengapa di tanahku terjadi bencana. Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu bangga dengan dosa-dosa atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita.” Menjadi partanyaan sesungguhnya alam ataukah manusia yang enggan bersahabat?
Merapi kini nampak sudah mencapai titik antiklimaks, tidak lagi terdengar gemuruh yang menandakannya aktif mengeluarkan abu, awan panas, dan lavanya. Begitu juga Wasior dan Mentawai telah kembali berbenah. Memutar kembali memori bencana, semua orang beramai-ramai mengirimkan bantuan.
Pemerintah sendiri memang mengelontorkan dana sangat besar untuk bencana. Berdasarkan Rencana Nasional Penangulangan Bencana 2010-2014 pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp64.475,06 miliar untuk menjalankan program indikatifnya. Angka yang besar. Belum lagi dana-dana yang secara mendadak mengelontor dari kantong-kantong para dermawan.
Dana yang secara mendadak menggelontor besar-besaran itu mengakibatkan sulitnya dibuat suatu pertanggungjawaban akan dana tersebut. Menjadi pertanyaan kemana saja larinya dana bantuan yang secara sukarela diberikan oleh masyarakat tersebut.
Menghimpun Dana Bantuan dari Masyarakat secara Reguler
Adanya euforia berderma di kala bencana sesungguhnya merupakan hal yang positif. Namun salah satu masalah yang muncul dari euforia tersebut adalah mengenai masalah akuntabilitas dana tersebut. Memang sudah selayaknya pemerintah melakukan antisipasi adanya euforia berderma ini yang sering kali justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan korupsi.
Menghimpun dana bantuan masyarakat secara reguler adalah salah satu tawaran solusi. Misalnya, pemerintah dapat menarik dana tersebut dengan menerapkan kebijakan lima persen donasi penangulangan bencana dari setiap transaksi belanja di supermarket, swalayan, mall, atau restoran yang telah menggunakan sistem dalam penghitungannya. Angka yang kecil namun akan terakumulasi menjadi besar, dan tentunya tidak secara berat langsung membebani masyarakat. Berderma tidak hanya dilakukan saat bencana saja, namun dalam keseharian, saat manusia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbelanja, berderma juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Ketika pemerintah menerapkan kebijakan penghimpunan dana dari masyarakat secara regular tentunya pemerintah akan dapat membantu korban bencana secara lebih leluasa dan total. Selain merupakan salah satu langkah antisipasi dan menciptakan akuntabilitas, penghimpunan dana secara regular ini tentunya akan membuat alokasi dana tidak hanya terpusat saat bencana dan pascabencana saja, namun pemerintah pun dapat mengalokasikannya untuk menambah dana penelitian bencana sehingga kesalahan penangan atau kurangnya antisipasi terhadap bencana dapat terminimalkan.
Salah satu contoh yang paling riil adalah alokasi untuk pembelian alat transportasi pengiriman bantuan ke daerah terpencil, seperti Mentawai misalnya. Artikel yang dimuat di tribunnewsbatam.com berjudul Duka Relawan.. Mau Nolong Saja Bayar ke Warga Mentawai yang mengisahkan duka relawan yang ingin mengirimkan bantuan namun justru dipalak oleh warga terkait transportasi, membuka pikiran kita bahwa relawan sangat kesulitan bahkan mengeluarkan dana jutaan untuk niat baik mereka. Adanya dana ini tentunya akan sangat membantu dalam persiapan tanggap bencana bagi para relawan itu.
Semoga tawaran ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi bencana di Indonesia. Sebagai negara yang baik dan bertanggung jawab, mari kita tidak hanya berderma di kala bencana saja! Pray and Act for Indonesia Regularly!
Merapi kini nampak sudah mencapai titik antiklimaks, tidak lagi terdengar gemuruh yang menandakannya aktif mengeluarkan abu, awan panas, dan lavanya. Begitu juga Wasior dan Mentawai telah kembali berbenah. Memutar kembali memori bencana, semua orang beramai-ramai mengirimkan bantuan.
Pemerintah sendiri memang mengelontorkan dana sangat besar untuk bencana. Berdasarkan Rencana Nasional Penangulangan Bencana 2010-2014 pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp64.475,06 miliar untuk menjalankan program indikatifnya. Angka yang besar. Belum lagi dana-dana yang secara mendadak mengelontor dari kantong-kantong para dermawan.
Dana yang secara mendadak menggelontor besar-besaran itu mengakibatkan sulitnya dibuat suatu pertanggungjawaban akan dana tersebut. Menjadi pertanyaan kemana saja larinya dana bantuan yang secara sukarela diberikan oleh masyarakat tersebut.
Menghimpun Dana Bantuan dari Masyarakat secara Reguler
Adanya euforia berderma di kala bencana sesungguhnya merupakan hal yang positif. Namun salah satu masalah yang muncul dari euforia tersebut adalah mengenai masalah akuntabilitas dana tersebut. Memang sudah selayaknya pemerintah melakukan antisipasi adanya euforia berderma ini yang sering kali justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan korupsi.
Menghimpun dana bantuan masyarakat secara reguler adalah salah satu tawaran solusi. Misalnya, pemerintah dapat menarik dana tersebut dengan menerapkan kebijakan lima persen donasi penangulangan bencana dari setiap transaksi belanja di supermarket, swalayan, mall, atau restoran yang telah menggunakan sistem dalam penghitungannya. Angka yang kecil namun akan terakumulasi menjadi besar, dan tentunya tidak secara berat langsung membebani masyarakat. Berderma tidak hanya dilakukan saat bencana saja, namun dalam keseharian, saat manusia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbelanja, berderma juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Ketika pemerintah menerapkan kebijakan penghimpunan dana dari masyarakat secara regular tentunya pemerintah akan dapat membantu korban bencana secara lebih leluasa dan total. Selain merupakan salah satu langkah antisipasi dan menciptakan akuntabilitas, penghimpunan dana secara regular ini tentunya akan membuat alokasi dana tidak hanya terpusat saat bencana dan pascabencana saja, namun pemerintah pun dapat mengalokasikannya untuk menambah dana penelitian bencana sehingga kesalahan penangan atau kurangnya antisipasi terhadap bencana dapat terminimalkan.
Salah satu contoh yang paling riil adalah alokasi untuk pembelian alat transportasi pengiriman bantuan ke daerah terpencil, seperti Mentawai misalnya. Artikel yang dimuat di tribunnewsbatam.com berjudul Duka Relawan.. Mau Nolong Saja Bayar ke Warga Mentawai yang mengisahkan duka relawan yang ingin mengirimkan bantuan namun justru dipalak oleh warga terkait transportasi, membuka pikiran kita bahwa relawan sangat kesulitan bahkan mengeluarkan dana jutaan untuk niat baik mereka. Adanya dana ini tentunya akan sangat membantu dalam persiapan tanggap bencana bagi para relawan itu.
Semoga tawaran ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi bencana di Indonesia. Sebagai negara yang baik dan bertanggung jawab, mari kita tidak hanya berderma di kala bencana saja! Pray and Act for Indonesia Regularly!
No comments:
Post a Comment